Selasa, 21 Juni 2016

Debu
(Emha Ainun Nadjib)

Debu yang menempel di keningmu
Biarkan, jangan diusap
Jika usai rakaat terakhir
Teruskan berdzikir
Disuruh oleh Allah butir-butir debu itu
Agar menyerap kotoran dari gumpalan otakmu
Jika telah penuh muatannya
Akan tanggal dengan sendirinya
Nanti pikiranmu mengkaca benggala
Beningnya tak terbilang kata
Cahaya Allah menembusnya
Memantul darimu ke wajah buram dunia
Kalau engkau bersujud hingga rakaat tak terhingga
Wajahmu sirna, menjelma cahaya
Kepada para malaikat, alam dan manusia
Tak bisa kau sodorkan apa pun kecuali cahaya
Cahaya hanya satu
Namanya satu
Kau dengar Allah menyapa, Muhammad menyapa
Dari dalam diri, yang bukan lagi pribadi



Layang-layang

(D. Zamawi Imron)
sederhana sekali naiknya layang-layang itu
membawa harapan, membawa nama-nama
 (angin mengukir gunung dengan nilai-nilai di pusat lembah yang teduh ada tempayan purba dibasuh)
dalam takdir yang amat rahasia
maka putuslah layang-layang itu
sejumlah anak telah menunggu
dan siap memperebutkannya
pada hingar-bingar yang seperti sorak dunia
layang-layang itu koyak-moyak tak tentu bentuknya
(angin mengetuk jantung
  nilai-nilai pun bangkit
  setangkai mawar jatuh
 dari segumpal kesedihan)



Hujan

(Soni Farid Maulana)
Hujan, curahkan berkahmu yang hijau pada lembah hatiku.
Puaskan dahaga akar tumbuhan
Agar jiwaku
Terasa segar membajak kehidupan
Di pinggir jendela kuingat benar tahun lalu
Aku masih kanak bersenda-gurau, bernyanyi riang
Memutar-mutar payung hitam di bawah curahmu
Yang berkilau bagai perak tersentuh bulan
O, hujan, puaskan dahaga jiwaku agar berubah
Agar hidup menyeruak
Bagai tumbuhan
Menjemput cahaya maha cahaya



Diponegoro

(Chairil Anwar)
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
Maju
Ini barisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguh pun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang



Nyanyian Jiwa

(Fauzi Arifin)
akulah hati yang bimbang
oleh petuah dan ajaran
akulah rindu yang melata
di bumi berkalung duka lara
akulah sepi yang mengaji
bertengger di keluasan jagat raya
akulah burung yang berkulik itu
berkabar tentang diri yang ada
akulah gelisah yang terjaga
mabuk dan menari separuh irama
akulah lirik dan lagunya
meratap menggemakan takbir di sudut-sudut dunia